DuoAngso.com (Jambi) -- Upaya penguatan kualitas kesehatan masyarakat terus dilakukan melalui berbagai instrumen kebijakan. Alokasi belanja kesehatan telah ditingkatkan menjadi minimal 5% dari total belanja pemerintah di APBN. Dari hal tersebut, salah satu upaya pencegahan yang dilakukan pemerintah adalah mengurangi konsumsi rokok yang saat ini mengkhawatirkan.
berdasarkan data yang diperoleh dari Bea Cukai Jambi, Selain mengancam kesehatan, rokok juga memperburuk taraf sosial-ekonomi masyarakat Indonesia. Selain menjadi faktor risiko kematian terbesar kedua di Indonesia, berbagai riset dan kajian telah membuktikan bahwa konsumsi rokok juga meningkatkan risiko stunting dan memperparah dampak kesehatan akibat COVID-19. Biaya kesehatan akibat merokok tercatat sebesar Rp17,9-27,7 triliun setahun.
Dari total biaya ini, terdapat Rp10,5 – 15,6 triliun yang merupakan biaya perawatan yang dikeluarkan BPJS Kesehatan. Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) yang dilakukan Badan Pusat Statistik (BPS) di bulan Maret 2021 pun juga menunjukkan bahwa konsumsi rokok merupakan pengeluaran kedua tertinggi di masyarakat setelah konsumsi beras.
Kebijakan Cukai Hasil Tembakau (CHT) adalah bagian dari upaya pemerintah guna mendorong peningkatan kualitas kesehatan masyarakat sekaligus peningkatan produktivitas sumber daya manusia ke depannya. Pemerintah pun terus berkomitmen untuk menekan konsumsi rokok, khususnya perokok anak-anak yang sangat dipengaruhi oleh harga rokok.
Selain penyesuaian tarif CHT, pemerintah juga melakukan simplifikasi tarif cukai, penyesuaian batasan Harga Jual Eceran (HJE) minimum, dan penindakan rokok ilegal.
Di saat konsumsi rokok yang dibuat dengan mesin baik rokok kretek (Sigaret Kretek Mesin/SKM) maupun rokok putih (Sigaret Putih Mesin/SPM) terus menurun sejalan dengan kenaikan harga akibat penyesuaian tarif CHT, konsumsi rokok yang dibuat dengan tangan (Sigaret Kretek Tangan/SKT) justru naik dalam 2 tahun terakhir karena tarif cukainya tidak naik yang membuat harganya menjadi lebih terjangkau.
Tidak naiknya jenis SKT pada 2021 memperhatikan keberlangsungan tenaga kerja utamanya petani tembakau serta pekerja di industri tembakau secara umum. Melalui DBH CHT, pemerintah berupaya meningkatkan dukungan terhadap petani/buruh tani tembakau serta buruh rokok. Rencana tahun
2021-2022, alokasi DBH CHT diarahkan ke sektor kesehatan (25%), peningkatan kualitas bahan baku, keterampilan kerja, dan pemberian bantuan (50%), serta untuk penegakan hukum (25%).
Dengan demikian, kenaikan tarif Cukai Hasil Tembakau (CHT) dan Harga Jual Eceran (HJE) Sigaret yang akan dimulai Januari 2022 adalah :
Penyesuaian tarif cukai dan batasan minimum HJE seluruh jenis sigaret sebesar rata-rata tertimbang 12% dengan kenaikan tarif untuk SKT maksimal 4,5
Penyederhanaan struktur tarif menjadi 8 layer (simplifikasi Golongan IIA dan IIB jenis SKM dan SPM)
Optimalisasi kebijakan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH CHT) sebagai bantalan kebijakan CHT.
Sedangkan penyesuaian tarif cukai dan batasan minimum HJE jenis Rokok Elektrik (RE) dan Hasil Pengolahan Tembakau Lainnya (HPTL) adalah sebesar 17,5%, dengan tarif cukai spesifik.
Kebijakan CHT 2022 tersebut akan menurunkan konsumsi rokok sebesar rata-rata 3,0% per tahun. Kerja sama seluruh pihak juga dibutuhkan untuk menurunkan prevalensi merokok yang disebabkan oleh faktor non-harga seperti tingkat pendidikan, pengaruh teman sebaya dan orang tua/keluarga yang merokok, iklan, promosi, sponsorship rokok, serta akses yang mudah untuk membeli rokok batangan.
Dengan adanya kenaikan tarif Cukai Hasil Tembakau (CHT) tahun 2022 mendatang, peredaran rokok ilegal di Indonesia akan lebih mendapatkan perhatian utama Instansi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, khususnya pada daerah yang menjadi tempat pemasaran rokok-rokok ilegal. Salah satunya yaitu Bea Cukai
Sumber:Bea Cukai Jambi
0 Komentar